Oleh: Anugrah Alqadri
Direktur SanLex Forum
Penggeledahan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan terhadap Dinas TPHBun dan Dinas Pendidikan bukan sekadar serangkaian tindakan prosedural. Ini adalah alarm keras yang menunjukkan bahwa penyakit lama birokrasi daerah bukan hanya kembali, tetapi bertransformasi menjadi lebih dalam, lebih rapi, dan lebih sistemik. Ketika dua dinas strategis disasar secara simultan, publik harus memahami bahwa ini bukan lagi perkara “penyimpangan teknis” melainkan tanda dari sebuah ekosistem korupsi yang telah lama bekerja dalam senyap.
Dalam pengalaman penanganan kasus-kasus korupsi daerah, pola klasik yang kerap muncul biasanya berputar pada empat modus: pengaturan penyedia, mark-up yang dilegalkan lewat rekayasa administrasi, skema setoran berlapis untuk pejabat tertentu, serta proyek titipan yang dibungkus dalam mekanisme formal. Pada dua penggeledahan ini, pola-pola tersebut tampak bukan sebagai kejadian insidental, tetapi sebagai keseragaman modus. Ketika dua institusi berbeda menunjukkan pola serupa, maka kita sedang berhadapan dengan jaringan, bukan sekadar pelanggar.
Publik pun akan mulai meragukan fungsi “pengaman internal” pemerintah daerah. Inspektorat yang semestinya berperan sebagai benteng pertama justru tampak ompong. BPKAD menghadirkan angka-angka yang tak lagi bermakna, karena anggaran telah kehilangan integritas sejak dari hulu.
Bagi SanLex Forum, fenomena ini bukan hanya indikasi adanya penyimpangan pengadaan ini pertanda adanya masalah struktural yang lebih dalam pada tubuh birokrasi Pemprov Sulawesi Selatan. Seperti biasa, setelah penggeledahan kita akan mendengar kalimat normatif: “Kami menghormati proses hukum… kami akan kooperatif… semua sesuai aturan.” Namun publik tidak membutuhkan kata-kata; publik membutuhkan tindakan.
Dari perspektif SanLex Forum, penggeledahan ini mengungkap tiga hal penting:
1. Pengawasan internal Pemprov Sulsel mengalami stagnasi.
Instrumen kontrol tidak lagi mampu mendeteksi dini kerusakan sistem.
2. Masalahnya struktural, bukan teknis.
Ini bukan tentang satu proyek bermasalah, tetapi tentang arsitektur kebijakan dan jaringan informal yang mengatur alur anggaran.
3. Momentum koreksi hanya bermakna jika ada keberanian politik.
Tanpa itu, birokrasi akan membeku, para pejabat mencari aman, dan setelah badai mereda, semuanya kembali seperti semula.
Pemetaan Aktor, Deteksi Pola, dan Linkage yang Menghubungkan Dua Dinas
Dalam pisau analisis penindakan korupsi, sebuah operasi penggeledahan tidak pernah berdiri sendiri. Ia hadir setelah fase pemetaan aktor, deteksi pola, dan penilaian risiko. Ketika dua dinas besar digeledah bersamaan, ini menandakan Kejati sedang menguji sebuah hipotesis: ada struktur koordinatif dalam pengelolaan anggaran daerah.
Bagi yang memahami dinamika kejahatan kerah putih, keserentakan tindakan terhadap dua institusi berbeda biasanya menunjukkan adanya linkage:
• Pola tindakan serupa,
• Aktor yang saling berkait, atau
• Instruksi yang bersumber dari node kekuasaan tertentu.
Kedua dinas tersebut mengelola distribusi program yang luas. Jika pola yang sama muncul di dua sektor berbeda, maka jaringan itu melintasi batas sektoral. Ini bukan permainan satu meja; ini adalah arsitektur yang bekerja lintas dinas.
Jika nantinya penindakan merembet ke BPKAD, Inspektorat, atau unit perencanaan, maka hipotesis tersebut bukan lagi dugaan melainkan kepastian.
SanLex Forum melihat ada tiga skenario terbuka:
1. Cleansing Operation
Upaya membersihkan jaringan lama yang sudah terlalu besar atau terlalu berani.
2. Koreksi terhadap aktor yang kehilangan legitimasi operasional
Ada pihak yang tidak lagi dilindungi sehingga jaringannya dibuka.
3. Peringatan keras bahwa sejumlah sektor telah berada di zona merah
Sinyal bagi pejabat bahwa ada area yang sudah diawasi secara ketat.
Tekanan Vertikal yang Tidak Dipublikasikan
Dalam bacaan analis, penindakan bersamaan di dua sektor strategis hampir selalu menandakan adanya tekanan vertikal pada struktur pemprov. Tekanan ini biasanya muncul karena:
• Pemerintah pusat ingin merapikan ulang jaringan lama,
• Ada konflik internal elite daerah, atau
• Ada figur tertentu yang kehilangan proteksi sehingga jaringannya terekspos.
Penggeledahan simultan adalah cara mengirim pesan tanpa harus mengumumkan konflik itu ke publik. Pesannya sederhana:
“Ada mata yang sudah melihat jauh ke dalam.”
Penutup: Sulawesi Selatan Tidak Boleh Mengulangi Siklus Diam
Penggeledahan ini harus dibaca bukan sebagai drama hukum rutin, tetapi sebagai momentum penataan ulang birokrasi. Namun momentum tidak pernah abadi. Jika tidak ditindaklanjuti dengan reformasi sistemik dan keberanian politik, maka dinamika ini akan menguap seperti kasus-kasus sebelumnya. Sulawesi Selatan tidak boleh jatuh dalam pola daerah-daerah lain yang membeku sejenak saat aparat masuk, lalu kembali normal saat gelombang reda.Inilah saatnya mengubah siklus itu. Dan jika pembacaan kami benar, maka ini baru permulaan.
Laporan: Haeruddin


.jpeg)