Iklan

Iklan


Mengenal Kewajiban Perusahaan dan Dasar Hukum CSR dan Peraturan Undang-Undang TJSL.

Saturday, November 09, 2024 WIB Last Updated 2024-11-08T17:45:24Z



KLIKSULSEL.COM,LUTIM--Sudah menjadi kewajiban bagi sebuah perusahaan baik itu perseroan maupun BUMN untuk menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR) atau juga bisa disebut sebagai TJSL. Melalui CSR.

Perusahaan ikut membantu dan mengembangkan masyarakat setempat dari berbagai aspek hal itu berdasarkan Undang-undang CSR di Indonesia.

Aslam Fadli. S.HI, M.HI, CTA, CMd, CPArb, CLA, CPM, CPA, CPLi, CCD, CPCLE, CHRM, CHCM, CHRP, menjelaskan terkait keberadaan perusahaan disuatu daerah, itu sudah menjadi kewajiban bagi sebuah perusahaan baik itu perseroan maupun BUMN untuk menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR) atau juga bisa disebut sebagai TJSL.

Melalui CSR ini, perusahaan ikut membantu dan mengembangkan masyarakat setempat dari berbagai aspek. Program CSR tersebut wajib dilaksanakan oleh perusahaan yang melakukan kegiatan disekitar area kerjanya.

Aslam mengutip Undang-Undang CSR di Indonesia yang wajib dilaksanakan oleh badan usaha berdasarkan aturan yang ditetapkan di Negara Republik Indonesia.

Dasar Hukum CSR yang Pertama yaitu Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) serta peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2017 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (“PP 47/2012”). Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) diatur dalam Pasal 74 UUPT dan penjelasannya. Pengaturan ini berlaku untuk perseroan berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPT, Perseroan (Perseroan Terbatas) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Sedangkan TJSL sendiri menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas didefinisikan sebagai komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diatur dalam Pasal 74 UUPT pada dasarnya mengenai hal-hal seperti TJSL wajib untuk perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam adalah perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.

Sementara perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam adalah perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam. TJSL merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

Mengenai sanksi, dikatakan bahwa perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban TJSL akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (“UU 25/2007”) Undang-Undang CSR ini mengatur tentang bagaimana penanam modal yang wajib melaksanakan TJSL. Pasal 15 huruf b UU 25/2007 diatur bahwa setiap penanam modal wajib melaksanakan TJSL.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan TJSL adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat, Pasal 1 angka 4 UU 25/2007 mengatur yang dimaksud dengan penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing.

Apabila penanam modal tidak menjalankan TJSl sebagai bentuk kewajibannya maka dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan pembatasan kegiatan usaha pembekuan kegiatan usaha dan atau fasilitas penanaman modal atau pencabutan kegiatan usaha dan atau fasilitas penanaman modal.

Selanjutnya, dasar hukum CSR berikutnya adalah Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU 32/2009).

Berdasarkan Pasal 68 UU 32/2009, setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu, menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup, dan menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Bukan hanya itu, juga tertuang peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER-05/MBU/2007 Tahun 2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. PER-08/MBU/2013 Tahun 2013 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER-05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (“Permen BUMN 5/2007”).

Selain tiga Undang-Undang CSR di atas, peraturan ini juga mengatur mengenai kewajiban Perusahaan Perseroan, Perusahaan Umum, dan Perusahaan Perseroan Terbatas.

Menurut Pasal 2 Permen BUMN 5/2007, Persero dan Perum wajib melaksanakan Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Sedangkan Persero Terbuka dapat melaksanakan Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan dengan berpedoman pada Permen BUMN 5/2007 yang ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.

Undang-Undang No.22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi (“UU 22/2001”) kegiatan usaha hulu yang dilaksanakan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana wajib memuat ketentuan-ketentuan pokok yang salah satunya adalah ketentuan mengenai pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat (Pasal 11 ayat (3) huruf p UU 22/2001).

Selain itu, Pasal 40 ayat (5) UU 22/2001 juga dikatakan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi (kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir) ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.

Dasar hukum CSR serta undang-undang CSR di Indonesia yang menunjukkan bahwasanya perusahaan wajib untuk turut membangun dan memberikan manfaat bagi masyarakat setempat, karena salah satu alasan diterbitkannya izin atas wilayah tersebut adalah untuk memakmurkan serta meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar.

Laporan: Ewin
Komentar

Tampilkan

  • Mengenal Kewajiban Perusahaan dan Dasar Hukum CSR dan Peraturan Undang-Undang TJSL.
  • 0

Terkini

Topik Populer

Iklan