Iklan

Iklan

Diduga Nikel llegal, Dua Orang PT AG Ditetapkan Tersangka Gakkum KLHK

Tuesday, November 14, 2023 WIB Last Updated 2023-11-14T14:38:51Z

KLIKSULSEL.COM--Kendari –Tim Gabungan Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sulawesi  resmi menetapkan 2 (dua) orang pengurus PT. AG sebagai tersangka. Senin (13/11/2023).

Keduanya ditetapkan tersangka oleh penyidik Gakkum KLHK dengan adanya bukti-bukti yang cukup ditemukan diduga melakukan kejahatan tindak pidana menambang nikel tanpa memiliki izin sehingga merugikan negara. Kegiatan penambangan itu berlangsung di Desa Oko-Oko, Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra)

Adapun identitas tersangka ,LM (28) alamat Dusun Salu Kasisi RT 001/ RW 00, kelurahan Malewong, kecamatan Larompong Selatan, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan

AA (26) selaku Komisaris PT AG alamat Dusun Salu Kasisi RT01/RW 01 Kelurahan Malewong Kecamatan Larompong Selatan Kabupaten Luwu Provinsi Sulawesi Selatan

Kedua tersangka LM dan AA langsung dilakukan penahanan oleh Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi dan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas 2A Kendari

Adapun barang bukti yang diamankan sebanyak 17 (tujuh belas) unit alat berat Excavator PC 200 telah dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Kendari.

Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 (tiga) miliar dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh) miliar

Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK dalam keterangan pers mengatakan bahwa penindakan tegas harus dilakukan kepada kedua tersangka dan akan dihukum maksimal, karena kedua tersangka mencari keuntungan finansial dengan mengorbankan lingkungan hidup serta merugikan negara.

"Apa yang dilakukan kedua tersangka ini merupakan kejahatan serius, kami akan menindak kedua tersangka dengan pasal berlapis," tegas Rasio Ridho Sani

Rasio Ridho menambahkan, saya sudah perintahkan penyidik bahwa terhadap kedua tersangka disamping penangan pidana pokok berupa pidana penjara dan denda sebagaimana Pasal 98 UU PPLH, harus dilakukan penyidikan kejahatan korporasinya serta pengenaan pidana tambahan.

"Sesuai dengan Pasal 119 UU PPLH bahwa terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa Perampasan Keuntungan dan Perbaikan Akibat Tindak Pidana, dalam hal ini pemulihan lingkungan," lanjutnya.

Terhadap kedua tersangka dan pihak lain yang terlibat harus dilakukan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh karena Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Tindak Pidana Kehutanan merupakan Tindak Pidana Asal dari TPPU sebagai Pasal 2 ayat 1 huruf w dan huruf x UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU)

Ancaman pidana TPPU sebagaimana Pasal 3 UU PPTPPU adalah pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh) miliar. Pengenaan pidana tambahan bagi korporasi berupa perampasan aset untuk negara dilakukan sebagaimana Pasal 7 UU PPTPPU.

Penyidikan TPPU akan dilakukan mengingat saat ini Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) KLHK sebagai penyidik tindak pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mendapatkan kewenangan untuk melakukan Penyidikan TPPU berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 15/PUU-XIX/2021.

“Untuk percepatan dan penguatan Penyidik TPPU dari Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Tanggal 11 Mei 2023 telah dibentuk Tim Gabungan KLHK dan PPATK untuk Penyidikan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang pada Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” tambahnya.

Penegakan hukum pidana berlapis termasuk TPPU dilakukan disamping untuk meningkatkan efek jera terhadap penerima manfaat utama (beneficiary ownership) dari kejahatan ini. Upaya ini untuk memulihkan kerugian lingkungan dan kerugian negara.

“Dari kasus-kasus tambang illegal yang telah ditindak selama ini, pengenaan
pidana pokok berupa pidana penjara dan denda semata, tampaknya belum cukup memberikan efek jera. Pengenaan Pidana Tambahan berupa perampasan keuntungan dan TPPU menjadi prioritas kami agar benar-benar dapat menimbulkan efek jera," tegasnya

Penindakan tegas kami lakukan ini harus menjadi peringatan dan pembelajaran bagi pelaku kejahatan pertambangan baik nikel, batubara maupun timah.

Kami menyakini bahwa penyidikan TPPU melalui Tim gabungan KLHK dengan PPATK serta dukungan Kejaksaan dan Kepolisian akan dapat memberikan efek jera dan menyasar kepada penerima manfaat utama dari kejahatan ini melalui aliran keuangan, follow the money follow the suspect,” sambungnya.

Tempat yang sama, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun mengatakan bahwa, penanganan kasus tambang ilegal ini bermula dari adanya laporan masyarakat tentang adanya kegiatan penambangan Nikel ilegal yang diduga tidak memiliki izin. Mendapat informasi tersebut, Balai Gakkum LHK Wilayah Sulawesi membentuk Tim Operasi Penyelamatan SDA untuk menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut.

“Alhasil, Tim Operasi Penyelamatan SDA menemukan adanya kegiatan penambangan dengan menggunakan alat berat Excavator. Selanjutnya Tim melakukan pengamanan Barang Bukti, pengambilan keterangan terhadap Operator Excavator, Pengawas Lapangan dan Kepala Dusun II Lowani Desa Oko-Oko serta melakukan pemasangan Plang Segel “Penghentian Pelanggaran Tertentu” di lokasi penambangan illegal seluas 23,84 Ha,” jelas Aswin Bangun.

“Dengan dukungan Brimob Polda Sultra dapat dilakukan upaya penanganan/pemindahan barang bukti 17 (tujuh belas) unit alat berat Excavator dari lokasi penambangan untuk dititipkan di Rupbasan Kelas I Kendari,” tambah Aswin bangun.

Lanjut Aswin Bangun, asil pemeriksaan oleh Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi terhadap MA (39) selaku Pengawas Lapangan/Grid Kontrol diperoleh keterangan bahwa kegiatan penambangan sudah dilakukan sejak tahun 2022 dan penanggung jawab kegiatan penambangan tersebut adalah LM (28 ) Direktur PT. AG sedangkan AA (26) Komisaris PT. AG diduga turut serta terlibat membantu kegiatan pertambangan tersebut.

“Kedua orang tersebut telah melakukan penambangan tanpa dilengkapi Izin Usaha Penambangan (IUP), Perizinan Berusaha Bidang Lingkungan Hidup dan Dokumen Lingkungan Hidup (AMDAL),” tutup Aswin Bangun.

Sementara itu, Plt. Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan, Sustyo Iriyono, menegaskan, pihaknya akan terus mengembangkan kasus ini untuk mengungkap kemungkinan adanya pelaku lain yang terlibat termasuk korporasi.

“Kami sudah mendapatkan perintah dari Dirjen Gakkum KLHK untuk mendalami penerapan penyidikan TPPU dan Penyidikan bersama dalam penanganan kasus tambang ilegal ini. Kami akan segera berkoordinasi dengan penyidik-penyidik lainnya sehingga para pelaku dapat dihukum seberat-beratnya agar ada efek jera,” tegas Sustyo.

Sustyo juga mengapresiasi dukungan para pihak seperti Brimob dan Ditreskrimsus Polda Sulawesi Tenggara, Kejati Sulawesi Tenggara, Rupbasan Kelas 1 Kendari dan masyarakat serta media dalam penindakan kasus tambang ilegal seperti ini.

Sustyo menambahkan sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk menghentikan kejahatan lingkungan hidup, termasuk kejahatan pertambangan illegal, Gakkum KLHK selama beberapa tahun ini kami telah melakukan 2.016 Operasi Pengamanan Hutan, Pembalakan liar dan TSL serta membawa 1.449 kasus ke pengadilan.

Laporan: Haeruddin
Komentar

Tampilkan

  • Diduga Nikel llegal, Dua Orang PT AG Ditetapkan Tersangka Gakkum KLHK
  • 0

Terkini

Topik Populer

Iklan